Saksikan official trailer Ipar Adalah Maut di sini.
Michelle Ziudith, berperan sebagai Nisa dalam film Ipar Adalah Maut, merasa peran yang dimainkannya telah memengaruhi dirinya di kehidupan nyata alias “kena mental.” Memang, selain diadaptasi dari cerita nyata dan Ipar Adalah Maut hadits, kisah ini meng-highlight kehidupan rumah tangga Nisa dan Aris yang hancur karena Aris selingkuh dengan adik kandung Nisa, yaitu Rani. Lalu, bagaimana pengalaman Michelle syuting sebagai Nisa, ya?
Bermain di Ipar Adalah Maut Film Michelle Ziudith Paling Menguras Emosi dan Membuatnya Kena Mental!
Setelah cerita ini menjadi viral sejak diceritakan oleh Eliza Sifa di media sosial TikTok dan Instagram, MD Pictures berniat mengadaptasi cerita Ipar Adalah Maut menjadi sebuah film layar lebar yang akhirnya disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Ipar Adalah Maut kapan tayang? Manoj Punjabi sudah menyatakan secara terang-terangan bahwa film ini tayang pada 13 Juni 2024 di seluruh bioskop tanah air.
Baca juga: Kata Kata Ipar Adalah Maut: Alasan Eliza Sifa Pilih Judul Ini
Sesuai sinopsis film Ipar Adalah Maut yang menceritakan tentang perselingkuhan Aris dengan adik iparnya, Rani, ternyata film ini telah membuat Michelle Ziudith yang berperan sebagai Nisa kena mental. Bagaimana tidak? Film ini diakui sebagai film tentang pengkhianatan terbesar sepanjang masa. Ingin tahu bagaimana Michelle Ziudith mendalami perannya? Simak interview spesial bersamanya berikut!
Apa yang membuat Michelle berani untuk mengambil project ini yang based on true story?
Michelle Ziudith: “Sebenarnya nggak berani, karena pasti bebannya berat, bukan cuman buat aku, ya, tapi secara mentally akunya. aku ngerasa kayak, “oh, ini beyond control aja,” aku tidak pernah melalui hal ini, ini adalah rasa yang unik dan berat banget kalau untuk diulik. Sebenarnya aku nggak berani tapi gimana caranya biar berani dan mencoba. Jadi, ya, sudah, lakuin dulu. Aku takut tapi aku lakuin aja gitu, sih.”
Apakah sempat ada rasa takut atau anxious sebelum bermain film ini?
Michelle Ziudith: Rasa takut atau anxious sebelum main film pasti banget. Baca skenarionya baper. Bapernya karena aku asing—apa yang harus aku lakukan, bagaimana kalau aku ada di sepatunya Nisa. Marahnya aku bener nggak, sih, gitu. Sampai akhirnya aku pikir kayak akan jadi seperti apa, ya—aku yang belum pernah nikah harus merasakan hal ini. Aku kayak mind blown sekali. Jadi menurutku ini sesuatu yang emang worth it banget untuk kayak ‘do or die.’ Ternyata worth it pas udah dijalanin walaupun berdarah-darah, ya.”
Baca juga: Hadits Ipar Adalah Maut Nyata, Hanung: “Ini Adalah Warning”
Sebagai perempuan, bagaimana reaksi kamu ketika mengetahui cerita Ipar Adalah Maut?
Michelle Ziudith: “Wah, sakit banget. Kalau menurutku nggak ada jalan pulang, kembali, dan nggak ada kata maaf bahkan. Kita pasti mengikhlaskan, tapi kita nggak maafin apapun yang terjadi. Terus juga bikin merinding dan rasa nggak nyaman. Tapi juga penasaran karena kita tahu ini berdasarkan kisah nyata. Pengen tahu banget hasilnya seperti apa dan bagaimana cara mereka menyikapinya, karena setiap orang beda-beda. Jadi seru banget.”
Kenyataannya, banyak perempuan yang mengalami hal sama seperti Nisa, apa pesan Michelle Ziudith untuk mereka?
Michelle Ziudith: “Jujur aku nggak tahu mau kasih kata-kata apa. Aku juga nggak paham, ini sesuatu hal yang baru. Bahkan baru denger, dan baru tahu kalau hal ini, tuh, terjadi sama banyak perempuan di luar sana yang mungkin nggak speak up dan mungkin takut kehilangan keluarganya. Takut keluarganya hancur berantakan dan runtuh. Memang pastinya kita udah jadi ibu rumah tangga, kita udah nggak mikir komitmen atau apapun diri kita, ya. Kita udah mikirin buat anak, kebutuhan rumah tangga, keluarga—udah di atas segalanya. Jadi menurutku, aku nggak bisa kasih saran apapun tapi tetap kuat dan apapun yang kita pilih itu nggak akan pernah salah!”
Bagaimana pengalaman syuting Ipar Adalah Maut?
Michelle Ziudith: “Luar biasa, sih, kena mental, ya, kapok, menangis-nangis, jerit-jerit, tidur nggak tenang. Sehari mungkin bisa tidur tiga atau dua jam, karena sebelum tidur pasti akan review scene apa yang di-take besok. Terus dapetin mood-nya dari skenario, dari kata-kata dan dari dialognya bikin nggak nyaman, tidur nggak tenang, gelisah, rasa takut. Aduh, ini gimana. Bener-bener anxiety-nya naik selama sebulan syuting ini, bayangin. Dan itu away from home, syutingnya di Jogja, di hotel yang asing, dingin, sepi, nggak ada suara apa-apa, nggak ada suara orang di dapur atau apa. Jadi bener-bener kena mental. Mind blown.”
Apa fun fact Michelle Ziudith sebelum syuting?
Michelle Ziudith: “Sebenarnya sudah berdarah-darah bahkan sebelum syuting, ya. Karena sebelum syuting ada reading dan workshop yang jauh lebih berat dibanding syuting. Karena kita menentukan emosi dan arah mood-nya akan seperti apa, climax dan anti-climax-nya aku bagaimana. Menurut aku itu lebih berdarah-darah. Fun fact, kan, biasanya orang pas syuting berdarah-darah, nah, ini sebelum syuting banyak drama yang terjadi, jadi luar biasa.”
Bagaimana pengalaman disutradarai oleh Hanung Bramantyo?
Michelle Ziudith: “Rasanya campur aduk; sedih, happy, marah, semua emosi menjadi satu. Karena bener-bener diulik banget, ya, emosi aku, dicari, digali harusnya bagaimana.. Kita cari rasa yang nyata itu apa. Jadi kita memunculkan yang emang nyata. Kayak apa yang keluar, ternyata yang keluar ini. Nah, sementara di akunya, campur aduk, kan. Naik turun. Mood kacau berantakan. Setiap hari nggak pernah “I’m okay, I’m fine” nggak pernah baik-baik aja. Nggak bisa senyum, udah yang kayak setiap pagi pasti selalu biru, selalu kelabu, selalu tenang, diam, kosongkan gelas, siap untuk menerima diskusi semua briefing dan rasa-rasa baru yang muncul.”
Bagaimana cara Michelle Ziudith trigger mood untuk melakukan scene-scene berat?
Michelle Ziudith: “Aku cukup kasih waktu tenang, suasana tenang, kasih aku waktu untuk berpikir, kasih aku skenarionya, dan jangan dilihatin. Aku kayaknya bagaimana dari kata-kata itu aku bisa nangis, bukan dari rasa-rasa yang lain aku nangis-nangisin. Aku harus bisa sampein itu dari kata-katanya. Kalau kata-katanya kurang bikin aku nangis, aku harus ganti, komunikasi, diskusiin lagi sama Mas Hanung, kita boleh banget mengadu rasa sama Mas Hanung on the spot.”
Apa scene tersulit menurut kamu?
Michelle Ziudith: “Menurutku adalah di saat harus bahagia, ya. Karena di saat kita yang udah dibangun mood-nya, kita tahu cerita ini nggak baik-baik saja, tapi kita harus happy, harus nyampein dari dalam perut naik ke atas, dari napas kita harus happy. Jadi susah. Sementara setiap hari aja rasanya udah tercekat karena kita nggak baik-baik aja, kita fake, keluarga ini nggak baik-baik aja. Ini akan runtuh sebenarnya karena kita tahu, we see it coming, jadi anxiety-nya memuncak.”
Kalau scene tersedih?
Michelle Ziudith: “Mungkin waktu sama Raya, ya, sama anak yang di pantai. Karena despite everything’s happened to me, aku tetap harus kuat, dan aku harus terlihat biasa-biasa dan baik-baik saja, karena hidup tetap berjalan untuk anakku. Mungkin hidup udah berhenti, ya, di aku. Aku mungkin udah nggak bernapas lagi. Hidup aku udah selesai, aku udah nggak punya cita-cita, udah nggak punya harapan apa-apa. Tapi anak aku, kan, enggak. Hidupnya tetap berjalan, dia tetap tumbuh besar, dan bagaimana dia tumbuh besar baik-baik saja, dia nggak perlu merasakan apa yang aku rasain sekarang. Dia bisa tumbuh kembang, nggak kesepian, juga nggak kehilangan sosok ayah karena butuh untuk pertumbuhan, toh? Jadi itu yang berat menurutku.”
Adakah treatment khusus untuk mendalami karakter Nisa?
Michelle Ziudith: “Udah dilakukan, ya, pada saat proses reading. Pasti di-brainwash banget, dibikin rasa takut, nggak tenang, nggak nyaman, itu udah sejak sebulan sebelum mulai syuting. Rasa nggak nyaman, takut salah, gerak sini salah, harus ngapain, tertekan banget, iya. Jadi, aku rasa untuk nyikat skenarionya udah di luar kepala.”
What if kamu ada di posisi Nisa di kehidupan nyata, what would you do?
Michelle Ziudith: “I won’t bother buat menjerit-jerit marah lagi, ya. Kayak aku pergi, sih. Aku pergi dengan anakku dan hartaku semuanya. Anak aku nggak perlu tahu bapaknya kayak apa. Aku cukup bilang, “okay, your daddy’s out there.” Aku juga nggak bilang ayahnya meninggal, tapi kayak, enggak, udah selesai. Aku akan mencari cara nanti menjelaskannya. Yang penting dia nggak ada di hidup aku. Aku harus hidup dulu. Aku nggak mau mati rasa kayak Nisa. Aku harus selamatin diri aku dulu if it’s me, ya. Kabur ke luar negeri, langsung menanam padi aja di luar negeri, udah nggak jadi tukang roti lagi.”
Tiga kata untuk film Ipar Adalah Maut!
Michelle Ziudith: “Palsu, sakit, berdarah.”
Sedih, tragis, dan menyakitkan. Itulah film Ipar Adalah Maut dari rangkuman interview spesial bersama Michelle Ziudith ini. Nonton film Michelle Ziudith, Ipar Adalah Maut bersama orang tersayang, ya. Serta, dengarkan original soundtrack-nya di seluruh digital streaming platform!
Baca juga: ‘Tak Pantas’ Lagu Melly Goeslaw dan Anto Hoed Dibuat Berbeda!
- ‘Tak Pantas’ dinyanyikan oleh Mytha Lestari (diaransemen oleh Melly Goeslaw dan Anto Hoed).
- ‘Tak Selalu Memiliki’ dinyanyikan oleh Lyodra (diaransemen oleh Yovie Widianto).
Follow akun media sosial MD Pictures agar tahu berita up-to-date seputar film MD!
MD Pictures (Production House)
Instagram: @mdpictures_official
TikTok: @mdentertainmentofficial
Facebook: MD Pictures
X: @MDPictures
YouTube: MD Pictures
Ipar Adalah Maut (Movie)
Instagram: @iparadalahmautmovie